"A Palavra é do Tempo, o Silêncio da Eternidade"

23 de agosto de 2006

TANYA

Kutanya kau dalam nada bergurau
mencari asa yang kini mulai pupus
ditelantarkan langkah kian berat
setelah semalam tidurku tak pulas

Kutanya kau hari ini
kalau besok masih kan bersinar
bias sinar harapan yang kemarin bergelora
menanti datangnya mentari pagi ini

Tanyaku tinggal tanya
karena kau tak lagi di sana
pergi dalam diam
meniti jalanmu sendiri

19 de agosto de 2006

Aku masih di sini
seperti kemarin
menanti hari berganti malam
tuk menatap sang rembulan
di sana
di atas sana
tempat kita sandarkan harapan

Aku masih di sini
ya aku masih setia di sini
di tempat ini
di mana malam tak lagi bernama malam
sebab kita punya harapan
akan hari esok
cerah
ceria

16 de agosto de 2006

MERDEKA?

Panas mentari hari ini
terus menggerogoti nubari yang terus berteriak
meminta jawaban negeri ini
yang telah melahirkan anak negeri

Di sana ada senyum
di sana ada pula duka
sorak gembira datang dari sebelah jalanan
padahal tangis anak negeri masih saja terdengar

Ketika negeriku kembali merayakan hari lahirnya
aku masih belum sepenuhnya yakin
apakah negeriku benar-benar nyata?
apakah dia pernah lahir?

Aku masih terus bertanya
karena itu aku masih diliputi keraguan
apakah besok (17 Agustus) aku akan turur berteriak: M.E.R.D.E.K.A.?

Kau melangkah pasti
dengan senyum sempurna
diiringi madah pujian
ke depan mesbah sang Khalik

Kau melangkah tenang
mempersembahkan dirimu seutuhnya
pada Dia yang telah memanggilmu
menelusuri jalan ini

Setapak lagi telah kau toreh
di perjalanan hidup ini
selangakah lagi telah kau kau raih
asa dan cita yang kau impikan

Buatmu sobat-sobatku
Mari terus melangkah
sebab hari esok masih terus menanti kita
sebagaimana kita hidupi hari ini

14 de agosto de 2006

HANYALAH KATA


Berlari dalam diam
di kegelapan malam
sunyi
sepi
bisu

sunyi sesepi malam
sepi sebisu kegelapan
bisu dalam diam
.....

Di sana ada aku
adaku di sana
karena akuku ada

12 de agosto de 2006


MASIHKAH
Masih adakah kasih di hati terbalut dengki
oleh amuk amarah tak beralasan
hanya karena sesamanya merasa bahagia
menikmati hidup hari ini.
Masih adakah kasih di nubari terdalam
ketika sesama dipandang musuh
manusia tak lagi saudara
Sang Pencipta tak lagi penguasa tunggal.
Muncullah para pencabut nyawa
melabelkan diri para pembela dan penegak kebenaran dan keadilan
sementara semua saudaranya tahu
kalau dia sendiri penipu dan pelaku ketidakadilan.
Hati meringis dan menagis
melihat nyawa sesama terbang di ujung waktu
tinggalkan bangkainya yang tak lagi bertuan
oleh karena ia tak lagi punya siapa-siapa.
Dengarkanlah jeritan ini
kalian yang mengklaim diri penguasa bumi ini

KEMBALIKAN DAMAI DI BUMI INI

Kembalikan damai di negeri ini
kau yang datang tanpa diundang
membawa pergi hari kemarin
penuh canda dan tawa.
Mengapa air mata bumi ini terus menetes
sementara mata air bumi ini terus disumbat
bagi mereka yang kehausan
oleh mereka yang tak lagi dahaga.
Tanah bumi ini terus memerah
terpanggang panas kian menyala
tanpa setitik naungan teduh penyejuk lelah
yang telah pergi menghilang tanpa bekas.
Tanah bumi inipun masih terus memerah
dibasahi darah bersimbah anak negeri
yang tak lagi tahu dengan cara apa
luka menganga ini harus dibalut.
Ia terus menetes dan mengalir pergi
menggantikan mata air tanah ini
yang kini tinggal lubang membekas
meninggalkan anak negeri ini mengerang kehausan.

Kembalikanlah damai bumi ini
hai kau pendatang tak bernama.