"A Palavra é do Tempo, o Silêncio da Eternidade"

23 de junho de 2009

Livro "Mar das Especiarias"



Sinopse: "Mar das Especiarias é um livro fascinante que combina o melhor da narrativa de viagens com uma aventura em busca de uma herança com séculos de existência. Quase quinhentos anos depois de os primeiros portugueses terem chegado às ilhas Molucas, Joaquim Magalhães de Castro embarca numa viagem de contornos e sabores exóticos com o objectivo de seguir o rasto dos nossos antepassados no arquipélago indonésio. O resultado da investigação é um reencontro surpreendente de culturas distantes, mas indubitavelmente partilhadas. Mar das Especiarias é assim uma obra que assume verdadeira importância na divulgação do nosso património colectivo e que se lê com imensa curiosidade e prazer".

(Fonte: Editorial Presença: http://www.presenca.pt/catalogue.ud121?oid=391004&from_zone=Newsletter%3A+Novidades+Presen%E7a+-+2%AA+quinzena+de+Abril)

Acabei de ler o livro "Mar das Especiarias". Gostei sobretudo do esforço de tornar público a parte da história daquelas paragens que me pareceu desconhecida, por algum tempo, em Portugal e pelos portugueses.

Encontrei no livro alguns erros ortográficos e gramaticais de algumas palavras e frases em bahasa indonésio (Carece pois umas correcções para a futura reedição!, digo eu). Por exemplo: tarlanbate= terlambat (p. 184); peningampan= penginapan (p. 186); maluku daerah lagu= lagu daerah maluku (p. 129); «portugis sejarah banyak ada»= «ada banyak sejarah portugis» (p. 225), etc.

E já agora que falo dos erros, o escritor escreve na p. 36 "... sede da Sociedade da Palavra de Deus ou Verbum Dei (SVD)...". Ora, o nome conhecido desta congregação missionária da SVD (Societas Verbi Divini) em português é Congregação do Verbo Divino ou também é conhecida por Missionários do Verbo Divino e não Verbum Dei, muito menos Sociedade da Palavra de Deus. Pois é!

Querem saber mais? Leiam estas obras:

António Pinto da França, A Influência Portuguesa na Indonésia, Lisboa, Ed. Prefácio, 2003.

António Homem Cardoso, Lourenço de Almeida, As Ilhas das Especiarias - Semana Santa na Indonésia, Cascais, Sopa de Letras, 2008.

Etiquetas: , , , ,

ENCONTRO DE VERÃO DO AMIVD REGIONAL

Na tarde de Domingo, 21 de Junho de 2009, realizou-se mais um encontro dos Amigos do Verbo Divino (AMIVD) de Tortosendo. Apesar das múltiplas actividades típicas deste tempo de Verão, o convívio congregou muitas pessoas das comunidades paroquiais de Tortosendo, Unhais da Serra, Cortes do Meio e arredores, mas também contou a vinda em peso dos já conhecidos amigos de Bajouca, Leiria, que não quiseram perder mais este dia de convívio missionário. Estiveram ainda os participantes no retiro anual do AMIVD, que o P. Jorge Fernandes SVD orientou aqui no sábado e na manhã de domingo.


Sebastian

Boa parte do convívio foi dedicada à Feira Missionária e à quermesse. Foi mais uma iniciativa em ordem à angariação de fundos para o projecto missionário de 2009 VEM A MINHA CASA, assumido pelo AMIVD regional de Tortosendo, em colaboração com as Irmãs Concepcionistas ao Serviço dos Pobres. Esta iniciativa consiste na recolha de meios financeiros para a construção de três casinhas em Liquiçá, Timor Leste. Trata-se de habitações modestas mas providas das necessárias condições de conforto e higiene, que serão entregues a três famílias de leprosos em vias de completa cura.



Sebastian

Às 16.00h a azáfama de compra e venda foi interrompida para uma oração missionaria na capela do Seminário. Aqui é que se revelou com clareza o número de participantes que fez transbordar o espaço da capela. Entretanto, foram apresentados os membros comunidade SVD de Tortosendo, constituída pelos PP. Jerónimo, Soares, Sebastião, Feliciano e Agostinho Saldanha. Este último, o coordenador da unidade Pastoral de Tortosendo, Unhais da Serra e Cortes do Meios, encontra-se, de momento, em visita missionária a Moçambique. Foram ainda apresentados outros sacerdotes verbitas presentes: o Superior Provincial Pe. José Antunes, o Pe. Valente, pároco de Almodôvar e o Pe. Pimenta, Secretário das Missões. O P. Soares, assistente regional do AMIVD, orientou a oração e reflectiu sobre o tema e o alcance do projecto “Vem a Minha Casa”. O amor, generosidade e esforço dos nossos amigos e colaboradores estiveram representados por um ramo de flores, que foi levado pelo meio da assembleia e depositado em frente da casinha, que, montada junto ao altar, simbolizava e incarnava a finalidade do projecto.
Depois desta “necessária paragem espiritual”, o convívio continuou ainda mais animado com a tradicional sardinhada oferecida pela Casa. O parque do Seminário, muito arborizado, disponibilizou o seu espaço e a sua generosa sombra neste dia caloroso, véspera do início oficial e bem real deste Verão de 2009, o que muito contribuiu para a boa disposição e o espírito de familiaridade entre amigos e familiares.
Aqui fica o nosso muito obrigado à equipa organizadora que muito trabalhou para o sucesso deste convívio, e a todos os amigos, porque se algo de bom ficou deste encontro foi pela vossa presença, colaboração e apoio.

Se Deus quiser, para o ano, haverá mais com outro projecto missionário igualmente útil e significativo.

Etiquetas: ,

19 de junho de 2009

Tolak Yonif dan Kikav

Feliciano

Aksi protes dari berbagai elemen masyarakat terus mengalir berkaitan dengan rencana pebanguanan markas Batalyon Infanteri (Yonif) 746 dan Kompi Kavaleri Tank (Kikav) di kabupaten TTU. Bahkan rencana pembangunan markas ini melingkupi seluruh kabupaten di daratan Timor Barat. Berbagai media massa lokal dan nasional turut menghadirkan polemik ini ke ranah publik dan menjadikannya sebuah diskursus, bukan saja lokal tetapi juga nasional bahkan internasional. Hal ini dimungkinkan oleh menyebarkan masyarakat Timor dan mereka yang peduli akan persoalan masyarakat dan rakyat yang tersebar di seluruh penjuru dunia.
Rakyat menolak bukan cuma sekedar menolak. Kenangan pahit masa lalu akan kehadiran TNI yang represif dan sering bertindak di luar batas-batas yang wajar, terus meninggalkan luka membekas yang belum tersembuhkan di hati rakyat. Itulah trauma psikologis yang terus membayang-bayangi kebanyakan masyarakat. Kisah pembumi-hangusan Timor-Leste yang memakan ribuan korban jiwa dan harta benda menjadi pelajaran yang berarti buat rakyat untuk menyimak secara teliti sepak terjang tentaranya.
Ironis memang, bahwa tentara yang adalah pengayom, penjaga, pelindung dan pemberi rasa aman buat masyarakat justru ditakuti, dijauhi bahkan ditolak kehadirannya. Ini seharusnya menjadi sebuah tanda tanya besar dan bahan instrospeksi diri dan reformasi total secara internal di tubuh TNI sendiri. Rakyat menolak bukan asal menolak. Mereka punya alasan untuk itu.


Etiquetas: , , , ,

13 de junho de 2009

Sejenak Bijak

feliciano

Sejenak bijak


bawa sukma ke langit biru


cari cerita di balik awan


saat hari tak pasti


kembalikan nubari tersalib nasib.


8 de junho de 2009

Unjuk Rasa Polisi-Lumrahkah?



Kita boleh bertanya apakah unjuk rasa para polisi itu hal yang lumrah? Apakah biasa polisi dan juga tentara berunjuk rasa? Kita tahu kalau lembaga kepolisian memebrikan izin dan mengawasi aksi-aksi unjuk rasa. Tetapi apakah kita pernah menyaksikan polisi di tanah air berunjuk rasa?

Unjuk rasa polisi dan tentara adalah hal lumrah dan biasa di negara-negara Barat. Hari ini, misalnya, lebih dari seribu orang polisi dari PSP kesatuan polisinya Portugal turun ke jalan di downtown Lisabon berunjuk rasa dan memprotes pemerintahannya sendiri. Mereka menuntut upah yang lebih layak sesuai tugas dan pekerjaan mereka serta reformasi usia pensiun lebih dini. Dalam aksi ini mereka melemparkan topi seragam mereka yang kemudian dikumpulkan dan diberikan kepada Perdana Menteri sebagai aksi konkret protes mereka.

Dari aksi ini kita boleh belajar bahwa lembaga kepolisian sebagaimana lembaga ketentaraan di negara-negara Barat merupakan isntansi-isntansi yang indepen. Mereka mempunyai tugas dan tanggung jawab mereka sebagaimana tugas dan tanggung jawab lembaga-lembaga lain. Mereka merupakan institusi kenegaraan tetapi bukan menjadi kaki-tangan atau antek-antek pemerintah yang berkuasa. Mereka tidak didikte begitu saja oleh penguasa. Mereka punya rasa dan harga diri, respek dan hormat atas misi kenegaraan mereka. Karena itu mereka begitu bebas dan leluasa memperjuangkan hak-hak mereka sesuai dengan pengabdian mereka kepada masyarakat dan kepada negara. Mereka merupakan warga negara yang juga punya hak menyampaikan protes mereka kepada pemerintah tanpa rasa segan dan takut. Aksi-aksi seperti ini dari lembaga seperti Polisi dan Tentara hanya bisa terjadi dalam sebuah kedewasaan berdemokrasi, dalam iklim keterbukaan dan independensi yang benar-benar maju.

Bagaimana dengan di tanah air? Apakah polisi-polisi dan tentara-tentara kita pernah mendemo dan berunjuk rasa melawan pemerintah? Rasa-rasanya sulit untuk mengingat bahwa itu pernah terjadi. Maklum saja hal itu tidak biasa dan tidak lumrah terjadi di tanah air. Lembaga-lembaga kepolisian dan ketentaraan kita "kelihatannya" begitu terikat dengan pemerintah tanpa independensi yang maksimal. Bahkan dengan begitu mudah menjadi kaki-tangan sang penguasa demi kepentingan kelompok, lembaga atau individu tertentu dan melupakan tugas dan kewajibannya untuk melayani masyarakat dan negara.

Kita masih perlu banyak belajar...

Surat Pernyataan KWI-Capres dan Cawapres RI



MENENGARAI BATU KARANG YANG BERBAHAYA[*]
Surat Pernyataan KWI kepada Capres dan Cawapres

No. : 085/II/2009 Jakarta, 30 Mei 2009

Kepada Yang Terhormat
Para Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden
Republik Indonesia

Dengan hormat,
Pertama-tama kami ucapkan selamat kepada saudara-saudari calon presiden dan calon wakil presiden Republik Indonesia, atas keberhasilan saudara-saudari sampai pada sebuah tahap yang sangat penting dalam proses penentuan untuk menjadi presiden dan wakil presiden. Presiden dan wakil presiden terpilih merupakan sebuah kedudukan dan jabatan yang sangat menentukan hidup bersama warga negara Republik Indonesia yang kita cintai ini.
Kalau negara Indonesia ini diibaratkan sebuah bahtera, presiden dan wakil presiden adalah nahkodanya. Siapa pun yang terpilih menjadi nahkoda merupakan orang-orang yang bertanggung jawab untuk membawa bahtera itu dalam mengarungi lautan zaman. Untuk itu pikiran jernih, kehendak baik dan tindakan-tindakan terorganisir rapi demi kesejahteraan seluruh bangsa merupakan unsur –unsur yang hendaknya terus dikembangkan.
Kami, seperti juga teman-teman lain, menengarai adanya batu-batu karang yang membahayakan perjalanan negara kita dalam mencatat sejarah. Inilah yang kami mohonkan agar mendapat perhatian khusus dan dipergunakan sebagai alat untuk mengukur diri, apakah saudara-saudari pantas menduduki jabatan sebagai presiden dan wakil presiden. Batu-batu karang yang mengancam bangsa Indonesia ini memang bukan temuan kami sendiri. Kami mengalaminya secara langsung karena sebagai Jemaat kami hidup di dalam masyarakat; kami adalah bagian yang tidak terpisahkan dari warga bangsa. Tentu saudara-saudari pernah menghadapinya sendiri ketika memegang jabatan penting di pemerintahan selama ini.
1) Pengabaian Pilar-Pilar Bangsa: Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika dan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan pemersatu bangsa yang kita banggakan. Itu merupakan pilar penopang rumah bersama yang kita huni ini, yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Selama ini pilar-pilar tersebut digerogoti seperti tiang rumah dimakan rayap. Dari luar masih kelihatan utuh, tetapi berkali-kali dirusak sendiri bahkan perusakan itu dipelopori oleh mereka yang diharapkan untuk mempertahankannya. Sumpah jabatan presiden dan wakil presiden hendaknya juga dimaknai sebagai sumpah setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kebhinnekaan Indonesia.
2) Pendidikan yang Tidak Mencerdaskan
Pendidikan yang bermutu dan merata bagi setiap warga negara Indonesia akan memenuhi cita-cita bangsa Indonesia untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. Sekarang ini kita memerlukan perbaikan sistem pendidikan kita. Pemerintahan di bawah masa jabatan saudara-saudari hendaknya dengan jelas mengusahakan pendidikan yang bermutu bagi semua warga bangsa Indonesia. Selama biaya pendidikan begitu mahal apalagi bermutu rendah maka masa depan bangsa Indonesia berada dalam bahaya pembodohan massal. Bahaya itu semakin mengancam kita, karena majunya pendidikan di negeri-negeri lain. Generasi muda bangsa-bangsa lain maju dengan pesat karena didukung oleh sistem pendidikan yang baik dan generasi muda kita akan tertinggal semakin jauh.
Untuk lebih meningkatkan mutu pendidikan nasional, sebaiknya pemerintah memberikan kebebasan dan dukungan kepada lembaga-lembaga pendidikan swasta yang selama ini sudah berjasa membantu pemerintah dalam mencerdaskan bangsa. Peran aktif lembaga-lembaga pendidikan swasta ini sebaiknya difasilitasi dan dijamin kebebasannya untuk ikut menentukan sistem pendidikan nasional dan bukan membatasi ruang gerak lembaga-lembaga itu dalam berperan aktif mencerdaskan bangsa.
3) Lemahnya Penegakan Hukum
Sebagai negara hukum, Republik Indonesia perlu meningkatkan kredibilitasnya. Dalam agenda kerjanya hendaknya pemerintah segera memberikan prioritas untuk menjamin adanya kepastian hukum yang bertujuan untuk memberantas korupsi, kolusi, nepotisme, premanisme dan melindungi hak-hak sipil, politik, ekonomi, budaya, serta menindak pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia.
Mengingat besarnya bahaya korupsi presiden dan wakil presiden terpilih hendaknya tetap mempertahankan dan memperbaiki mekanisme dan sistem kerja pengadilan khusus.
Hendaknya presiden dan wakil presiden terpilih dengan tegas memberantas tindakan-tindakan anarkis, main hakim sendiri dengan cara-cara brutal dan premanisme. Bila itu terjadi maka kita boleh mengharapkan kestabilan ekonomi, politik, hukum dan pada akhirnya warga negara akan merasa aman.
Negara Republik Indonesia menjamin setiap hak asasi warga negaranya tanpa membedakan latar belakang ekonomi, politik, agama, etnis dan gender. Buruh dan perem- puan memiliki hak asasi yang sama dengan warga negara Indonesia lainnya. Bila hak mereka dilindungi maka mereka tidak harus meninggalkan tanah air dan keluarganya untuk menanggung aib karena pekerjaan yang dilakukan dan perlakuan dari majikannya tak beda dengan perbudakan, yaitu perbudakan modern. Presiden dan wakil presiden terpilih hendaknya segera dengan nyata menunjukkan usaha dalam melindungi hak-hak asasi buruh dan perempuan.
4) Perusakan Lingkungan hidup
Lingkungan hidup kita sedang menuju kehancuran. Sudah menjadi pengetahuan umum, bahwa selama beberapa dasa warsa ini setiap tahun hutan-hutan Indonesia, berjuta-juta hektar, mengalami perusakan sehingga tak dapat dipulihkan kembali. Perusakan lingkungan yang berkepanjangan akhirnya merupakan tindakan yang melanggar hak hidup seluruh ciptaan. Lingkungan yang rusak adalah tanda yang jelas kerusakan bangsa kita.
5) Kesenjangan Tingkat Kesejahteraan
Para pendiri bangsa Indonesia memaknai sila kelima Pancasila, “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” sebagai kesejahteraan lahir batin bagi seluruh warga secara merata. Sampai sekarang jurang kaya dan miskin di negeri kita tidak dapat disembunyikan lagi. Mengapa terjadi demikian? Ada banyak faktor menjadi sebab adanya jurang kaya dan miskin itu. Salah satu faktor yang menentukan adalah tidak adanya kehendak kuat dari pemerintah untuk mencabut akar-akar kemiskinan itu sendiri. Pemerintah terpilih harus mampu membangun ekonomi yang sejak semula mengembangkan potensi ekonomi rakyat yang juga tangguh dalam pergumulan ekonomi dunia.
Kemiskinan yang mencolok mata dan berakibat langsung bagi generasi muda bangsa Indonesia adalah busung lapar. Negeri yang pernah mendapat gelar sebagai negeri yang kaya akan sumber daya alam dan subur ini sekarang harus menjadi saksi busung lapar bagi anak-anak bangsanya. Busung lapar hanya menjanjikan generasi yang hilang. Tubuh dan otak mereka tidak tumbuh dan tidak berkembang. Mereka diam-diam merintih karena tidak memiliki suara lagi untuk mendesahkan deritanya. Pemerintah yang baru harusnya sudah akan menilai dirinya gagal bila tidak sejak awal membuat program yang jelas untuk mengatasi masalah ini.
6) Penyalahgunaan Simbol Agama
Kekuatan bangsa Indonesia ada pada kebhinnekaan agama, keyakinan, budaya dan etnis. Agama dan kepercayaan merupakan kekuatan bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai krisis. Rakyat masih bertahan hidup meskipun di dalam kemiskinan dan kesulitan, karena masih beriman kepada Yang Maha Kuasa. Tetapi betul-betul sangat disayangkan bahwa agama kerap dipergunakan untuk tujuan di luar makna dan peran agama itu sendiri. Agama yang memiliki nilai universal yang mengungkapkan keluhuran Ilahi dan kemuliaan manusia, dipergunakan sebagai alat untuk membedakan dan menindas kelompok lainnya. Perbedaan dalam pemahaman akan keyakinan dalam suatu agama tidak digunakan untuk saling memperkaya satu dengan lainnya tetapi perbedaan itu digunakan untuk dipertentangkan. Hal itu terjadi di negeri kita, antara lain dengan membuat peraturan perundang-undangan yang berdasarkan pada aturan satu agama.
Demikianlah batu-batu karang yang mengancam berhasilnya perjalanan bangsa dan Negara Indonesia dalam mengarungi sejarahnya. Sebagai akhir kata, bersama ini kami sampaikan daftar 151 peraturan daerah yang dikenal sebagai peraturan yang bertentangan dengan Pancasila. Peraturan-peraturan daerah itu bagaikan puncak karang yang secara kasat mata menghadang bahtera bangsa kita. Untuk menjaga keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia, kami menganjurkan kepada presiden dan wakil presiden terpilih untuk membatalkan 151 peraturan daerah ini dan yang semacamnya, serta tidak pernah akan mengesahkan peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan konstitusi Republik Indonesia.
Saudara-saudari calon presiden dan calon wakil presiden, demikianlah seruan kami ketika kami sedang bersama rakyat negeri ini menimbang-nimbang siapakah yang akan kami pilih sebagai pemimpin negeri ini.
Besar harapan kami bahwa seruan ini mendapatkan perhatian, karena kami melihat dan mengalami bahwa pemimpin yang baik merupakan syarat mutlak bagi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang kita cintai bersama.
Bagi siapa saja yang nanti mendapat kepercayaan rakyat untuk menjadi presiden dan wakil presiden, kami ucapkan selamat bekerja dan kami menyediakan diri untuk bekerjasama dalam mengusahakan kesejahteraan bersama.

Teriring salam dan hormat kami,
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA,


Mgr. Martinus D. Situmorang, OFM.Cap. Mgr. A.M. Sutrisnaatmaka, M.S.F.

K e t u a Sekretaris Jenderal

[*] Surat pernyataan KWI ini disebarluaskan serta judul ini diberikan oleh Sekretariat JPIC SVD-SSpS Propinsi Jawa

5 de junho de 2009

Made In... Para Pensar



Email forward:

O António, depois de dormir numa almofada de algodão (Made in Egipt),começou o dia bem cedo, acordado pelo despertador (Made in Japan) às 7da manhã.Depois de um banho com sabonete (Made in France) e enquanto o café (importado da Colômbia) estava a fazer na máquina (Made in Chech Republic), barbeou-se com a máquina eléctrica (Made in China). Vestiu uma camisa (Made in Sri Lanka), jeans de marca (Made in Singapore) e um relógio de bolso (Made in Swiss). Depois de preparar as torradas de trigo (produced in USA) na sua torradeira (Made in Germany) e enquanto tomava o café numa chávena (Made in Spain), pegou na máquina de calcular (Made in Korea) para verquanto é que poderia gastar nesse dia e consultou a Internet no seu computador (Made in Thailand) para ver as previsões meteorológicas. Depois de ouvir as notícias pela rádio (Made in India), ainda bebeu um sumo de laranja (produced in Israel), entrou no carro Saab (Made in Sweden) e continuou à procura de emprego. Ao fim de mais um dia frustrante, com muitos contactos feitos através do seu telemóvel (Made in Finland) e, após comer uma pizza (Made inItaly), o António decidiu relaxar por uns instantes. Calçou as suas sandálias (Made in Brazil), sentou-se num sofá (Made in Denmark), serviu-se de um copo de vinho (produced in Chile), ligou a TV (Made in Indonésia) e pôs-se a pensar porque é que não conseguia encontrar um emprego em PORTUGAL...

Talvez este mail devesse ser enviado às empresas e aos consumidores portugueses.

O Ministério da Economia de Espanha estima que se cada espanholconsumir 150€ de produtos nacionais, por ano, a economia cresce acima de todas as estimativas e, ainda por cima, cria não sei quantos postos de trabalho.

4 de junho de 2009


Ke mana harus mencari

jalan kehidupan

dalam krisis berkepanjangan

tanpa nama

tanpa tuan



Jaring-jaring kehidupan putus

oleh tamaknya manusia laknat

mencari nikmat hidup sendiri

di atas air mata si kecil

yang terus kehilangan senyum

apalagi bahagia di lubuk nan dalam.

Harapan demi harapan berlalu

tanpa kepastian hidup

pada jaring-jaring terputus

dari hidup si kecil miskin.